GRIZZLYDATA.COM – Kolak adalah bagian penting dari warisan kuliner Indonesia yang diwariskan oleh generasi ke generasi. Hidangan manis ini kerap dianggap sebagai sajian khas bulan Ramadan, terutama saat berbuka puasa.
Namun, perjalanan kolak hingga ditetapkan sebagai hidangan ikonik Ramadan menyimpan cerita sejarah dan makna filosofis yang menarik untuk disimak. Bagaimana asal-usulnya? Berikut penjelasannya:
Asal Mula Kolak
Berdasarkan informasi dari malangkota.go.id, sejarah kolak berawal dari masa penyebaran Islam di Nusantara. Para ulama dan penyebar agama memanfaatkan kolak sebagai media dakwah untuk mengenalkan ajaran Islam kepada masyarakat.
Karena itu, kolak kerap diasosiasikan dengan akulturasi Islam dalam budaya Jawa. Lewat simbol-simbol dalam nama serta bahan-bahannya, pesan-pesan moral dan spiritual dimasukkan ke dalam makna kuliner ini, memungkinkan ajaran agama menjadi lebih diterima dalam kehidupan sehari-hari.
Secara etimologis, kata “kolak” diyakini berasal dari bahasa Arab “khalik,” yang berarti Sang Pencipta. Pemilihan nama tersebut bertujuan untuk mengingatkan manusia tentang keberadaan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan.
Kolak tradisional biasanya terbuat dari bahan-bahan seperti pisang, ubi, santan, dan gula merah. Kombinasi ini tidak hanya menghasilkan rasa manis gurih yang lezat, tapi tiap bahan juga memiliki makna simbolis:
– Pisang kepok: Dalam bahasa Jawa, “kepok” memiliki hubungan dengan kata “kapok” yang berarti jera. Hal ini mengajarkan manusia untuk belajar dari kesalahan dan tidak mengulanginya.
– Ubi (telo pendem): Melambangkan kesalahan yang perlu dikubur dalam-dalam dan introspeksi diri akan kematian serta kehidupan.
– Santan: Dalam bahasa Jawa disebut “santen,” diambil dari istilah “pangapunten,” yang berarti permintaan maaf. Ini menggambarkan pentingnya saling memaafkan dan menjaga harmoni.
– Gula merah: Sebagai pemanis alami, mewakili harapan untuk kehidupan yang manis dan penuh berkah jika manusia hidup sesuai dengan nilai-nilai agama.
Perkembangan dan Spirit Filosofis
Seiring waktu, kolak terus berkembang dengan berbagai variasi bahan tambahan seperti kolang-kaling, labu, singkong, hingga durian. Inovasi ini menghadirkan kreativitas dalam rasa dan tekstur, namun esensi filosofisnya tetap dijaga. Kolak tidak hanya disukai karena cita rasanya, tetapi juga karena sarat akan makna spiritual.
Ketika bulan Ramadan tiba, kolak hampir selalu menjadi menu utama saat berbuka puasa. Kandungan gula dan karbohidratnya menjadi sumber energi yang sempurna setelah berpuasa seharian. Lebih dari itu, tradisi menyantap kolak bersama keluarga menciptakan momen kehangatan serta kebersamaan di bulan suci.
Inilah perjalanan kolak yang menjadi lambang tradisi hingga kini tetap bertahan sebagai hidangan ikonik Ramadan. Jangan ragu untuk menikmatinya saat berbuka puasa agar momen puasa Anda semakin bermakna!
Baca Juga : 5 Ide Takjil Lezat dan Mudah Dibuat di Rumah untuk Buka Puasa!